Wed, Dec 07, 2022

Perkembangan Wirausaha Ayam KUB Usia 1 Bulan

Zeze Zahra memelihara ayam KUB di pekarangan toko pertanian Zeze Zahra sebagai simulasi ternak mulai dari awal anakan ayam DOC (Day Old Chicken).

Saat ini anakan ayam sudah berusia 1 bulan lebih. Kalau mengacu pada usia 10 minggu (2.5 bulan), berat ayam kisaran 400 gr sd 1200 gr atau kalau dirata-rata sekitar 800 gram (sumber dari buku mengenai ayam KUB terbitan Penebar Swadaya/Trubus).

Ayam KUB di Zeze Zahra usia sekitar 5 minggu berkisar antara 400-600 gram. Masih masuk kategori diatas.

Bagaimana perkembangan pemeliharaan dan bagaimana kondisi ayam KUB usia 1 bulan di Zeze Zahra?

Bahaya Pinjaman Online Bunga Berbunga

Tiap kali mendengar kejadian mengenai pinjaman online di lingkungan tempat tinggal maupun pertemanan, yang terdengar adalah nestapa. Duka, lara dan bencana.

Kasus pertama adalah di lingkungan tempat tinggal orang tua di Tambun Bekasi. Ada salah satu keluarga yang meminjam uang secara online ke Bank Emok.

Istilah bank emok sendiri berasal dari bahasa Sunda yang artinya ibu-ibu pemberi uang yang duduk bersimpuh dengan kedua kaki dilipat ke belakang. Istilah tersebut populer lantaran sistem transaksi yang dilakukan oleh bank emok dengan duduk secara lesehan di tempat tempat khusus seperti poskamling atau teras rumah warga.

Warga yang meminjam ini biasanya untuk berbagai macam keperluan hidup. Bisa untuk kebutuhan sehari-hari, untuk pendidikan (bayar sekolah anak), untuk modal usaha dan lain-lain. Ada kalanya menggunakan nama seolah-olah koperasi simpan pinjam.

Bagi sebagian warga, cara ini dianggap praktis karena prosesnya cepat dan tidak berbelit. Tidak seperti prosedur formal ke bank atau ke lembaga lain yang butuh prasyarat macam-macam. Masalahnya, pinjaman ini biasanya mengenakan bunga yang sangat tinggi. Mirip dengan pinjaman online berbasis aplikasi.

Banyak warga yang akhirnya terjebak dari hutang yang satu ke hutang yang lain. Tambah lama tambah menggunung. Dalam konteks salah satu keluarga di Tambun, pinjaman yang awalnya hanya 1-2 juta kemudian menggunung hingga mencapai lebih dari 150 juta rupiah.

Hutang sebesar itu membuat masalah buat siapa saja yang terkait. Debt collector datang silih berganti. Caci maki baik lewat lisan langsung maupun lewat telepon sudah tak terhitung jumlahnya. Kadang si peminjam sembunyi, yang jadi sasaran orang tua ataupun kerabatnya.

Rumah sampai terjual. Kebun dan tanah keluarga sampai terjual. Saudara terpaksa meminjam uang ke perusahaan untuk membantu melunasi hutang. Itupun tidak terbayar hingga menimbulkan masalah baru di perusahaan tempat bekerja.

Kisah kedua (yang juga kisah nyata karena saya dengar langsung) menimpa salah satu ibu yang bekerja di sekolah anak saya. Karena tiba-tiba kehilangan kepala keluarga (meninggal), ia harus menanggung beban penghidupan, pendidikan dan kesehatan anak-anaknya. Karena pendapatan yang terbatas, ia tergoda untuk menginstall aplikasi pinjaman online dan meminjam uang melalui aplikasi itu.

Pinjaman itu dianggap sebagai penolong. Hanya bermodalkan KTP dan uang pinjaman cair. Tapi nanti dulu, dibalik yang kelihatan mudah, ada bencana yang sudah menanti.

Pinjaman online itu biasanya ada biaya tersembunyi. Pinjam 1 juta, dapatnya tidak 1 juta. Ada potongan biaya layanan dan biaya lainnya. Kadang potongannya ini cukup besar. Kemudian bunga pinjaman biasanya hitungannya per hari. Dulu bunga pinjaman online kisaran 0.8% per hari. Katanya sekarang jadi 0.4% per hari. Kalau 0.8% per hari, 10 hari saja sudah 8%. 30 hari sudah 24%. Jarak 4 bulan, nilai bunga sudah hampir sama dengan pokok pinjaman.

Si ibu awalnya pinjam online sedikit dengan niat langsung dibayar setelah gajian. Niat tinggal niat, pinjaman kadang sudah lunas ditawari lagi dengan nilai yang lebih besar. Dengan embel-embel bahwa itu sebagai reward karena lunas tepat waktu. Makin lama makin besar hingga akhirnya tidak terbayarkan. Nilai total pinjamannya mencapai 60 juta rupiah dan ia kalut harus bagaimana membayar hutang sebesar itu.

Ia bercerita pada kepala sekolah dan kepala sekolah bercerita pada saya dan saya ikutan ngenes mendengarnya. Kalimat kasar debt collector via telepon, WA maupun datang langsung sudah sedemikian parah. Rekan-rekan kerja di kantor ikut tahu bahkan sampai yang jauh-jauhpun tahu karena deb collector pinjol menelpon list kontak yang ada di HP-nya.

Ia berkali-kali ganti nomor HP dan tambah mumet karena tidak punya solusi untuk melunasi hutang.

Banyak dari kita yang cenderung resisten pada jargon-jargon agama. Kalau dibilang soal bahayanya riba, jawabannya kadang, “Emangnya bisa apa minjem tanpa riba… Kalau gitu saya minjem 500 juta saya balikin 500 juta”.

Okelah saya tidak bahas sisi agama. Yang jelas, model pinjaman bunga berbunga (bunga majemuk) seperti pinjol ini jelas berbahaya. Lebih berbahaya lagi menyasar pada orang-orang kampung yang secara literasi finansial rata-rata rendah. Bahkan tidak hanya orang kampung kok. Banyak juga orang yang bekerja kantoran yang terlilit hutang dari model pinjaman bunga berbunga ini.

Kesulitan bagi kita-termasuk bagi saya-adalah kita tidak memiliki solusi permanen untuk hal itu. Karena kita juga keterbatasan. Kalau ada teman atau tetangga atau saudara yang mengalami masalah hutang pinjaman online, kita hanya bisa sekedar bersimpati dan menyesalinya. Kalaupun membantu, sebisanya kita membantu.

Kalau soal nasihat, kadang pelaku maupun korban pinjaman online ini punya berbagai macam jawaban untuk nasihat.

“Kamu sebaiknya menghindari pinjaman online, karena itu berbahaya dan bisa jadi masalah…”, misalnya dikasih saran seperti itu, nanti dijawab,

“Terus, kamu mau minjemin saya? Terus kalau saya nggak punya uang buat makan, kamu bisa bantu? Terus kalau saya nggak kerja dan nggak punya uang, kamu bisa bantu salurkan saya bekerja?”

Susah kan. Jadi saya menuliskan disini juga belum ada solusi. Tapi bahaya pinjaman online ini nyata. Sudah banyak contoh kejadiannya. Kalau tidak diatasi secara sistematis, bisa-bisa meledak jadi masalah sosial masyarakat yang lebih luas.

Saya pribadi baru bisa melakukan apa yang saya bisa di lingkup terbatas saya. Di lingkungan Excellent, Aktiva dan Zeze Zahra misalnya, saya mendorong pembentukan koperasi sekaligus membantu modal dasar koperasi, agar karyawan dan staff bisa meminjam ke koperasi jika membutuhkan biaya dadakan. Pinjaman itu tanpa bunga sama sekali dan tanpa biaya administrasi.

Dalam hal kecil, tiap kali ada pekerjaan di Zeze Zahra, saya berusaha melibatkan warga sekitar semaksimal mungkin, supaya ada pendapatan yang masuk dari pekerjaan tersebut. Kalau ada pendapatan, minimal bisa mengurangi kemungkinan niatan meminjam online.

Meski demikian, kunci utama tetap disisi personal masing-masing. Pahami bahayanya pinjaman online, berusaha agar bisa mendapatkan uang dengan cara yang berkah dan lebih memilih pilihan lain yang relatif tidak berbahaya.

Ada satu solusi lagi sebenarnya, yaitu mendorong pemerintah untuk lebih serius mengatasi dampak pinjaman online bunga berbunga, namun saya termasuk yang skeptis apakah hal ini bisa atau tidak. Kalaupun bisa, mungkin akan butuh waktu dan pressure dari banyak pihak. Sementara menunggu itu, lebih baik kita mengamankan diri kita, keluarga kita dan lingkungan sekitar kita.

Note : Image by Rilson S. Avelar from Pixabay

Tue, Dec 06, 2022

Melawan Rasa Takut, Menyiasati Kekhawatiran

Saat mula pertama full wirausaha, saya sempat dihinggapi rasa takut dan khawatir. Takut jika keputusan wirausaha merupakan keputusan yang salah, khawatir jika gara-gara keputusan ini penghidupan dan pendapatan keluarga jadi terganggu. Saat memutuskan untuk full berwirausaha, saya sudah berkeluarga dengan 1 isteri dan 2 anak. Jika rencana saya gagal, bukan hanya saya yang tidak bisa makan, melainkan juga isteri dan anak, kira-kira begitu konsekuensinya.

Saat pertama kali ke luar negeri, saya takut nanti kebingungan saat di bandara tujuan. Takut nggak mengerti bahasanya, tulisannya, komunikasinya. Padahal pertama kali keluar hanya ke Thailand, namun tetap ada perasaan khawatir jika saya malah nyasar atau kebingungan di tujuan.

Bertahun-tahun saya tidak berani menyetir mobil, takut jika nubruk tembok, menyerempet kendaraan lain, terjebak macet di rel kereta dan lain-lain. Tiap kali mendengar berita soal mobil yang terbang menjebol tembok parkir atap gedung, saya membenar-benarkan alasan saya untuk tidak nyetir. “Tuh, bahaya kan kalau nggak ngerti, nginjek rem malah nginjek gas, mobil jadi terbang dan celaka….”

Ada banyak hal yang membuat saya takut, sejak saya kecil hingga dewasa. Bentuknya juga bermacam-macam. Karena rasa takut itu, saya cenderung untuk tidak mau menonjol, tidak mau ikut kegiatan, tidak mau melakukan hal-hal yang saya anggap akan membuat saya tambah takut.

Saya tidak mau aktif, karena khawatir ditunjuk jadi ketua kelas atau ketua kelompok atau ketua kegiatan. Nanti jadi banyak beban. Saya lebih baik jadi anak buah saja, tidak usah memikirkan tanggung jawab, tidak perlu dimarahi, tinggal ikut apa perintah ketua.

Padahal, rasa takut dan khawatir itu bukan sesuatu yang salah. Itu adalah perlindungan natural kita untuk mencegah hal-hal yang buruk. Yang menjadi masalah adalah jika kita malah tersandera oleh rasa takut dan khawatir sehingga malah berhenti beraktivitas atau tidak mau mengambil resiko, tanggung jawab dan petualangan baru.

Rasa takut dan khawatir itu wajar. Untuk menyiasatinya, kita bisa berusaha belajar untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya.

Saat saya mulai wirausaha, itu tidak serta merta saya hari ini wirausaha dan besoknya berhenti dari pekerjaan. Saya sempat menjalaninya beberapa lama, lebih dari satu tahun. Saya sudah membuat kalkulasi kebutuhan rumah tangga, prediksi pendapatan, analisa resiko dan lain-lain. Hasilnya adalah cukup menjanjikan, kecuali ada hal tertentu yang sifatnya force majeure dan membuat perkiraan saya kacau.

Dari persiapan itu, saya tinggal memutuskan, apakah saya akan tetap menahan diri untuk wirausaha dengan resiko penyesalan di masa tua karena saya tidak mencoba hal tersebut ataukah saya memilih untuk mencoba menjalankannya, dengan meminimalisir resiko yang ada. Akhirnya saya memutuskan untuk menjalankan rencana saya berwirausaha dan saya tidak menyesali perjalanan maupun hasil wirausaha tersebut.

Sebelum saya memutuskan keluar negeri pertama kali, saya membuat rencana negara yang saya kunjungi. Saya baca tulisan motivasi dari pak Rhenald Kasali yang mewajibkan mahasiswanya untuk keluar negeri demi memperluas wawasan. Saya cari tahu seluk beluk negara tujuan. Tips kesana, apa saja yang perlu dibawa, apa saja yang perlu disiapkan, makanan apa yang cocok hingga tempat-tempat menarik untuk dikunjungi. Gimana kalau nyasar? Nyasar itu bagian dari petualangan dan itu bisa menjadi tambahan cerita menarik dari perjalanan kita.

Untuk menyiasati rasa takut saat pertama kali mencoba nyetir, saya ambil kursus. Saya berusaha dapatkan ilmu dan teorinya. Setelah itu saya coba praktek. Saya mencoba tiap hari pulang pergi nyetir ke kantor. Pertama nyetir kecepatannya rendah sekali, mungkin bisa dibalap sepeda. Mungkin ada yang sebel karena saya nyetir terlalu lambat atau belok terlalu pelan atau lupa nyalakan lampu. Saat pertama nyetir saya lupa cara buka jendela, kwkwkw… Setelah nyetir hampir satu bulan saya masih belum tahu cara menyalakan wiper belakang. Toh saya bisa tetap nyetir karena pas kebetulan musim kemarau dan tidak hujan.

Kalau tanya ke orang, gimana bisa nyetir hingga terbiasa, jawabnya adalah dapatkan feeling. Gimana dapat feeling, ya sering nyetir. Apakah tidak takut saat parkir ke atas gedung? Tidak, kan sama saja hanya itu muter-muter. Kan kita juga bisa ukur seberapa banyak gas perlu kita injak.

Apa tidak takut saat terjebak macet di rel kereta? Ya takut lah. Tapi kan kita bisa antisipasi. Kalau memang sudah ning nong ning nong, jangan paksa menerobos seperti kita sedang bawa sepeda motor. Sudah berhenti saja, tunggu sampai aman. Bagaimana kalau pas palang dibuka, motor langsung tumplek didepan mobil? Ya jalankan pelan-pelan, kan semua orang nggak ada yang mau ditubruk juga kok.

Jadi jangan karena rasa takut lantas kita diam tidak mau melakukan apapun. Jangan karena khawatir kita lantas serba cari aman. Perahu kan nggak jalan kalau dia ada di dermaga terus. Dia jalan kalau dibawa ke laut, diterpa angin dan ombak. Sepanjang kita siapkan sebaik-baiknya, kita harusnya bisa menyiasati rasa takut dan khawatir itu karena kalaupun hasilnya tidak sesuai harapan, kita bisa mendapat pembelajaran dari hal itu.

Kalau kita sudah mencoba yang terbaik, soal hasil kan tinggal mengikuti jalan takdir kita.

Mon, Dec 05, 2022

Main dengan Ikan Besar Healing di Kampung Sampireun Garut

Beberapa waktu yang lalu, Zeze Zahra menyempatkan diri berlibur ke kampung Sampireun Garut. Kampung Sampireun adalah resort atau villa yang dibangun ditepian danau atau telaga. Pemandangannya bagus, tempatnya sejuk. Cocok untuk dijadikan sebagai tempat untuk rehat sejenak dari kesibukan.

Yang menarik dari Kampung Sampireun adalah villa atau resort atau cottage (atau apalah namanya hehehe…) ditepi telaga. Telaganya berisi ikan besar-besar warna warni yang jinak dan suka hilir mudik, apalagi saat diberi makan. Paling senang liburan seperti ini, dengan ikan banyak dan jinak, suasana sejuk dan kadang turun hujan yang membuat hati tenteram.

Sun, Dec 04, 2022

Wisuda Bersama

Waktu berlalu bagai angin,
Meninggalkan jejak di tanah berdebu,
Bukan sesuatu yang tak mungkin,
Kembali wisuda bersamamu 🤭😊

Cinta pada ibu jadi abadi,
Cinta pada anak tak mau berbagi,
Cinta kepadamu, mengapa menyergap berkali-kali… Ehm ☺️😆

I Love you, My Dear Rey.

Sat, Dec 03, 2022

Suasana Rumah Kabin Zeze Zahra Pasca Panen

Bagaimana suasana rumah kabin Zeze Zahra setelah panen? Apakah padi yang ditanam di sawah itu digunakan untuk konsumsi sendiri ataukah untuk dijual? Apa saja yang dilakukan di rumah kabin Zeze Zahra saat ini?

Semuanya bisa terjawab dalam video ini. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi yang berniat menggabungkan antara hobby, kesukaan dan juga mendapatkan profit dari kedua hal tersebut.

Fri, Dec 02, 2022

Persiapan yang Lebih Baik & Upaya Meningkatkan Kualitas

Semalam saya mengikuti mata kuliah Research Methodology. Tugasnya masih sama, yaitu melanjutkan pembuatan proposal thesis. Saya sudah selesai di tahapan judul, abstrak, introduction dan literature review. Posisi saya di pekan kemarin adalah membuat bab 3 : methodology.

Methodology artinya metode, tahapan dan cara yang akan dilakukan terkait penelitian thesis. Komentar pak professor saat mereview proposal dan presentasi saya pekan lalu singkat saja : “Kamu belum ada analysis. Judul kamu kan analysis, tapi tidak ada bagian yang menjelaskan tahapan analisis itu. Tidak cukup hanya mendefinisikan parameter”. Tidak sampai 5 menit, pak professor sudah selesai dan lanjut ke mahasiswa berikutnya.

Meski nyesek juga, saya terima saran dari dosen tersebut. Ya karena memang benar. Saya kemarin kebanyakan tulisan dan sifatnya lebih ke narasi. Intinya sih saya masih bingung apa yang hendak saya tulis meski saya tahu proses riilnya.

Akhirnya saya mengecek contoh-contoh methodology penelitian. Saya juga menghubungi rekan mahasiswa yang menjadi dosen di STMIK Rosma Karawang. Ia berbaik hati memberikan contoh proposal thesis yang dimiliki. Kebetulan proposal thesisnya sudah mendapat approval dari professor.

Dari contoh yang ada ditambah dengan contoh proposal thesis, saya merevisi bagian yang dimaksud oleh professor. Saya menuliskan list tahapan yang diperlukan, baik terkait tahapan riset maupun tahapan pada saat melakukan analisa data. Kebetulan data yang dianalisa adalah data log, sehingga tahapannya bisa saya bagi kedalam tahap cleansing raw log, formatting, parsing, group segmentation dan seterusnya.

Saya juga menambahkan grafik dengan mencari template gambar yang bersesuaian kemudian merevisi narasi, menyesuaikan sub title dan pengelompokan tahapan riset serta mengubah dan memperbaiki kalimat-kalimat yang masih ambigu.

Saat semalam menunggu giliran presentasi, eh ada ondel-ondel lewat dijalan depan rumah. Suaranya berisik banget. Menjelang abjad mendekati kelompok nama saya, si ondel-ondel malah berhenti didepan rumah. Aduuuuuh, kenapa juga dia malah berhenti didepan rumah.

Kebetulan saya mengikuti kuliah secara online menggunakan komputer milik Vivian. Lokasinya ada di lantai 2 menghadap jalan raya. Meski saya sudah menggunakan mic clip on, suara ondel-ondel itu pasti akan terdengar jelas. Bisa-bisa pak professor justru mendengar suara ondel-ondel dan suara saya malah sayup-sayup.

Syukurlah, 1 nama menjelang giliran saya, ondel-ondelnya pergi, hehehe… Saya melakukan presentasi dengan menyampaikan apa saja saran pak professor pekan lalu, menunjukkan perbaikan yang saya lakukan. Saat melakukan presentasi, saya langsung to the point pada grafik research stages dan penjelasan detail pada data analysis. Saya belajar dari beberapa kali presentasi sebelumnya dan juga dari respon pak professor agar mahasiswa menyampaikan point-point saja dan jangan membaca keseluruhan isi.

Alhamdulillah, komentar pak professor seperti ini : “Ini benar sesuai dengan yang saya maksudkan mengenai data analysis dan tahapan penelitiannya. Sudah benar ini. Bagus…”, kira-kira begitu yang saya dengar. Itu artinya pak professor sudah memberikan approval pada revisi yang saya lakukan sekaligus approval untuk bab 3 methodology.

Ada sebagian mahasiswa yang sudah lebih dulu mendapat approval, namun banyak juga mahasiswa yang macet di bab sebelumnya. Bahkan ada juga yang macet di judul dan abstrak.

Masing-masing mahasiswa memang punya kesibukan dan kesulitan menyesuaikan diri dengan ritme kuliah sambil kerja dan mengurus keluarga. Yang bujangan juga punya kesibukan dan urusan masing-masing. Meski demikian, pada hemat saya akan lebih baik jika kita tetap tekun dan persistent. Tidak mudah kalah dan menyalahkan keadaan.

Kita bisa persistent untuk hadir kuliah, kemudian mendengarkan saran dari dosen, melakukan revisi yang dimaksudkan dan lebih mempersiapkan diri untuk presentasi agar hasilnya bagus. Kalaupun belum mendapat approval, itu bukan berarti yang sudah kita lakukan sebelumnya jadi tidak berguna. Itu tetap bermanfaat. Mungkin saja kita belum mendapat approval, tapi pola dan hal bagus yang sudah kita lakukan jangan malah dihentikan.

Kita bisa melakukan perbaikan lagi. Lebih mempersiapkan diri. Berusaha meningkatkan kualitas diri dan kegiatan kita. Semangat belajar, open mind dan terbuka pada saran orang lain. Mencari tahu hal-hal yang bisa diperbaiki dari apa yang sudah dilakukan.

Pada akhirnya, hasil bagus maupun hasil buruk yang didapat merupakan cerminan dari upaya yang sudah kita lakukan. Tetap semangat 👍👍

Thu, Dec 01, 2022

Portal Perumahan

Saat pandemi covid di awal tahun 2020, banyak perumahan dan lingkungan tempat tinggal yang memportal jalan-jalan. Baik jalan gang maupun jalan yang agak besar. Hanya jalan utama yang tidak diportal. Hal ini hampir merata di semua perumahan, bukan hanya perumahan tempat saya tinggal.

Perasaan takut pada penyebaran covid ditambah lagi dengan alasan keamanan membuat pemasangan portal itu dimaklumi. Meski hal itu jadi merepotkan banyak orang. Warga perumahan sendiri kerepotan karena harus memutar jauh, apalagi bagi para ojek online yang kadang tidak tahu jalur mana yang diportal dan jalur mana yang bisa dilewati.

Kini, setelah pandemi mereda dan kehidupan sosial berangsur kembali normal, banyak dari portal-portal itu yang tetap dikunci, tidak dibuka-buka. Alasan bisa banyak dicari, tapi bagi banyak orang, alasan satu-satunya adalah karena sudah merasa nyaman begitu. Jalanan jadi sepi, tidak ada lalu lalang kendaraan dan bisa lebih bebas ngapain saja di jalan yang diportal tersebut.

Masalahnya, itu jadi zalim pada orang lain. Itu kan jalan umum, bukan jalan pribadi. Jalan umum, apalagi jika jalan itu cukup besar dan sering dilalui oleh orang lain seharusnya ya dibuka jika kondisinya sudah memungkinkan. Kalau saya tinggal di lingkungan yang sama, mungkin saya enak-enak saja menikmati kenyamanan berkat jalan yang diportal, tapi kan itu sama saja saya memanfaatkan fasilitas umum untuk kepentingan pribadi.

Mengapa jalan diportal terus-terusan tanpa pernah dibuka, karena jalan yang tertutup katanya lebih aman buat anak-anak yang bermain. Tapi kan jalan itu diciptakan bukan buat anak-anak bermain melainkan untuk lalu lalang. Bisa saja digunakan untuk bermain diwaktu sore, tapi itupun kalau jalannya memang jalan gang yang relatif jarang dilalui kendaraan.

Saya kerap melihat banyak juga yang parkir kendaraan terus menerus setiap hari, sampai memagari mobilnya dengan pot bunga supaya tidak terserempet mobil yang lewat. Dengan memportal jalan dan tidak pernah membukanya, yang bersangkutan bisa bebas parkir mobil didepan rumah seterusnya, setiap hari, setiap waktu.

Tapi kembali lagi ke awal, masalahnya itu jalan umum. Fasilitas umum. Tidak selayaknya digunakan seperti itu properti pribadi. Jika terpaksa digunakan karena situasi tertentu dan itupun terkait kepentingan umum (misalnya untuk TPS pemilihan umum) itu masih bisa dimaklumi, apalagi sifatnya situasional pula.

Saya pribadi sering merasa bersalah jika sementara waktu parkir mobil di depan rumah. Meski sudah mepet sekali ke pinggir, sudah memperhitungkan jalur yang lewat tidak terganggu dan sifatnya hanya sementara waktu (misalnya menunggu Vivian saat hendak diantar ke sekolah atau saat hendak dijemput dari sekolah), saya tetap merasa bersalah dan sedapat mungkin menghindari hal itu.

Saya memang sengaja mengontrak rumah terpisah, khusus untuk parkir mobil Bumblebee sekaligus bisa dimanfaatkan untuk tempat tinggal keponakan. Jadi kami bisa berbagi biaya sewa. Saya bisa bolak-balik ke tempat menaruh mobil dengan sepeda atau motor listrik, jadi bisa sekalian olah raga dan bersantai juga.

Saya berpikir, tidak ada faedahnya juga jika kita menyerobot fasilitas umum untuk kepentingan pribadi kita. Apalagi jika itu merugikan pihak lain. Rasanya juga jadi tidak berkah buat kehidupan kita. Sedapat mungkin kita usahakan untuk menghindari penggunaan fasilitas umum untuk kepentingan pribadi.

Apakah ada yang punya pengalaman mirip?

Wed, Nov 30, 2022

Iseng-Iseng Berhadiah : Menanam Pepaya untuk Masa Depan

Saya pernah menanam pepaya California dan Mexican Sweet di pekarangan rumah kabin Zeze Zahra. Niat awal sekedar iseng menanam, ternyata hasil buahnya banyak sekali.

Karena hal tersebut, saya menambah jumlah bibit yang ditanam dengan jarak tanaman yang lebih rapat. Harapannya, tanaman tersebut bisa menghasilkan buah yang lebat dalam beberapa bulan kedepan.

Tue, Nov 29, 2022

Perjuangan Mencapai Cita-Cita

Kemarin sore saya buru-buru pulang setelah menjemput Vivian dari sekolah. Cuaca mendung gelap dan kelihatannya akan hujan lebat. Daripada terjebak kemacetan, lebih baik sampai di rumah lebih awal dan bisa mempersiapkan diri untuk kuliah Business Intelligence.

Sambil ngabuburit dan mempersiapkan diri untuk kuliah, saya mengecek email dan group chat kuliah. Banyak yang terjebak kemacetan karena hujan dan banjir. Salah satu teman kuliah yang bekerja di salah satu lembaga pemerintah malah info, motornya mogok karena mencoba menerobos banjir setinggi dengkul.

“Menyesal malah pulang, tau gitu kuliah di kantor tadi🥲”, gitu katanya. Saya bilang bahwa ya kita nggak pernah tahu keputusan mana yang paling baik. Sewaktu memutuskan pulang menerobos hujan, itu kan sebenarnya diniatkan untuk hal yang baik, agar bisa kuliah online dari rumah dengan suasana nyaman dan tenteram. Kalau kuliah online di kantor, selesai jam 9 malam dan harus pulang ke rumah. Besok pagi sudah kembali lagi ke kantor. Rasa lelahnya belum hilang.

Karena motornya mogok, akhirnya teman-teman satu group kuliah menyarankan ia bersantai dulu. Minum teh panas dulu karena kebetulan ia berhenti dan menunggu di warung makan. Daripada menyesali keputusan dan sewot karena ada hal-hal yang tidak berjalan sesuai keinginan.

Akhirnya ada ibu-ibu baik hati yang membantunya menyalakan motor dan ia bisa sampai ke rumah tepat sebelum kuliah Business Intelligence dimulai.

Kadang kita kerap menyesali keputusan yang kita ambil karena kita terbebani dengan keputusan tersebut. Misalnya keputusan untuk mengambil kuliah, otomatis ada beban tugas kuliah, beban presentasi, beban mengatur waktu antara pekerjaan, keluarga dan kuliah.

Ada juga yang kuliah sambil kerja. Di pekerjaan kadang mendapatkan situasi yang tidak enak, ditambah dengan beban kuliah pula. Belum lagi yang kuliah sambil kerja dan sudah berkeluarga. Jadi tambah tanggung jawab dan kegiatannya.

Tapi justru disitu perbedaannya. Disitu letak perjuangannya. Apakah kita bisa melakukan manajemen pribadi agar bisa mengatasi masalah tersebut. Apakah kita mau belajar untuk membagi waktu agar ada keseimbangan diantara kegiatan yang kita lakukan.

Kalau kita sudah memutuskan untuk kuliah, dicamkan didalam hati agar kuliahnya bisa diselesaikan. Mungkin kita jadi kurang tidur, karena harus mengerjakan tugas malam-malam. Mungkin kita jadi tidak bisa liburan, karena waktunya sempit dan banyak kegiatan yang harus dilakukan. Mungkin kita tidak punya waktu untuk melakukan hal-hal yang kita senangi.

Itu hal wajar. Mau tidak mau kita memang harus berkorban. Bisa berkorban waktu, tenaga maupun biaya. Justru karena berkorban itu, makanya jangan sampai gagal.

Di Excellent dan Aktiva, saya meminta staff untuk membuat laporan harian secara rutin. Setiap sore. Mungkin ini jadi tambahan pekerjaan meski harusnya tidak sulit-sulit amat. Laporan harian itu semacam resume apa saja yang dilakukan sehari itu.

Sebagai staff, saya bisa saja punya banyak alasan untuk tidak melakukan tugas tersebut. Namun saya juga tidak bisa berargumentasi jika dari sekian banyak staff, hanya saya yang tidak bisa mengirimkan laporan secara periodik sesuai yang diminta.

Analoginya sama seperti tugas kuliah. Mata kuliah Business Intelligence meminta semua mahasiswa untuk menyiapkan final assignment berupa analisa data, implementasi (application) dan improvementnya. Silakan buat sebaik mungkin, minggu depan harus siap dipresentasikan.

Kalau ada tugas seperti itu, apa saya harus berdebat dengan dosen bahwa saya tidak punya basic pengetahuan untuk materinya? Apa saya harus berdebat dengan dosen bahwa saya belum siap? Bahwa saya banyak tugas lain dari mata kuliah Ubiquitous Computing, Research Methodology dan IT Forensics? Kan nggak.

Dosen sudah memberikan tugas, ya tugas saya untuk menyelesaikannya. Kalau untuk menyelesaikan tugas itu saya harus membagi waktu dengan cermat antara pekerjaan di kantor, urusan keluarga dan urusan bisnis, ya saya harus bisa membaginya. Kalau untuk menyelesaikannya saya harus mengerjakan malam-malam sehingga waktu tidur berkurang ya saya harus melakukannya. Jika karena tugas saya terpaksa tidak liburan, tidak ke rumah kabin, tidak ke kebun Zeze Zahra, tidak bisa nonton Netflix, tidak bisa melihat Curiosity Stream, ya itu harga yang harus dibayar. Itu pengorbanan bentuk kecil yang harus saya lakukan.

Banyak para dosen dan mahasiswa yang kuliah terpisah jauh dari tempat tinggal. Banyak dari mereka yang menempuh pendidikan di luar negeri, jauh dari keluarga dan sanak saudara. Dengan budget terbatas, mungkin adakalanya timbul perasaan lonely dan nelangsa, apalagi jika lingkungan juga bukan seperti lingkungan di Indonesia yang sudah familiar. Justru hal-hal seperti itu yang bisa mendewasakan kita dan membuat kita belajar menghargai apa-apa yang selama ini kita anggap sepele. Saya selalu kagum pada para mahasiswa yang harus berjuang seperti itu untuk bisa mencapai yang dicita-citakan. Hal-hal yang tidak enak cukup ditelan, untuk nantinya diceritakan pada anak bahwa kita pernah harus berjuang sedemikian rupa agar bisa sampai di tujuan yang diharapkan.

Kalau kita yang kuliah bisa ulang-alik setiap hari, kuliah bisa online sambil ngemil dan bersantai, kuliah dengan budget yang lebih dari cukup dan kemudian mengeluhkan pengorbanan yang harus dilakukan, gimana kalau kita sampai ditest pada situasi yang lebih berat seperti mereka? Apa kita harus jejeritan di tengah malam karena stress pada beban yang kita anggap sangat berat?

Hal-hal seperti itu yang membuat saya bersemangat untuk bisa belajar mengatur waktu dan menyelesaikan tugas sebagaimana mestinya. Karena itu tugas dan saya harus menyelesaikannya sebaik mungkin.

Pada akhirnya, hidup kita milik kita, susah maupun senang, kita juga yang menjalaninya.