Fri, Dec 16, 2022


Ubi Jalar dalam Pot/Planter Bag
Setelah berhasil menanam ubi jalar dalam pot di rumah kabin Zeze Zahra dengan hasil ubi yang besar-besar dalam waktu relatif singkat, saya melakukan beberapa hal secara paralel, antara lain :
1. Membeli planter bag dalam jumlah banyak
2. Menanam ubi dalam planter bag di toko pertanian Zeze Zahra
3. Menanam ubi dalam planter bag di Markas Aktiva Danita
4. Menanam ubi dalam planter bag di markas Excellent DJ (home sweet home)
Saya mendatangkan lebih dari 200 buah planter bag. Awalnya ukuran 50 liter, kemudian atas pertimbangan berat dan kebutuhan media tanam, saya menggantinya dengan ukuran 35 liter.
Planter bag itu diisi dengan campuran sekam bakar, tanah dan pupuk kandang. Sekam bakar diambil dari pabrik tahu di dekat rumah kabin Zeze Zahra, tanah diambil dari kebun pisang dan pupuk kandang diambil dari ternak kambing Zeze Zahra yang dikelola oleh pak Amoy.









Saya juga mendatangkan berbagai macam bibit ubi. Ada ubi Cilembu, ubi merah, ubi putih dan ubi kuning/orange. Itu belum termasuk bibit ubi ungu yang sudah ada di rumah kabin Zeze Zahra. Sebagian bibit saya datangkan dari Sumedang, sebagian lagi saya datangkan dari Bandung.
Saya meminta Indra, Adul dan Gunawan (team rumah kabin, toko pertanian dan Excellent/Aktiva) untuk membuat pembibitan ubi. Ada bibit yang dibuat dari ubi yang sudah ada, ada juga bibit dari pucuk ubi. Untuk referensi, saya minta mereka menonton video Youtube mengenai pembuatan bibit ubi.
Sekitar 100 planter bag sudah diisi bibit ubi ungu di rumah kabin Zeze Zahra. Planter bag itu dideretkan di tepian pagar, kolam dan dekat pematang sawah.
Tiap planter bag diisi dengan 3-4 bibit. Ini percobaan sebenarnya, karena sebelumnya saya hanya menempatkan satu bibit. Apakah hasilnya lebih bagus atau malah lebih jelek, saya belum tahu. Apakah hasil ubinya tetap besar atau malah jadi kecil-kecil, saya juga belum tahu.
Rencananya di rumah kabin sendiri saya hendak menanam 200-300 planter bag ubi. Nanti ada pengaturan waktu tanam agar nantinya tiap bulan bisa panen, atau jika perlu tiap minggu bisa panen.
Apakah akan berhasil atau tidak, ya belum tahu. Bagi saya, sepanjang itu ikhtiar baik, saya lakukan saja. Biaya yang keluar karena ujicoba ini juga jadi biaya pembelajaran buat saya dan team. Hitung-hitung bonus dari Excellent jadi panjang manfaatnya untuk semua yang terlibat.
Untuk proses, kegiatan dan perkembangannya insya Allah akan saya upload ke channel Youtube Zeze Zahra secara berkala
Thu, Dec 15, 2022


Panen Pisang Raja Bulu
Beberapa rekan ada yang bertanya, kok sekarang jarang update foto pisang lagi. Apakah sudah tidak menanam pisang? Atau sudah bangkrut usaha pisangnya?
Masih kok. Saya masih menanam pisang di kebun pisang Zeze Zahra di Karawang. Usaha pisang memang tidak survive, tapi berevolusi menjadi toko pertanian Zeze Zahra.
Kali ini saya membahas salah satu pisang yang enak dimakan, rasanya manis dan tidak langsung mengenyangkan, yaitu pisang Raja Bulu atau Pisang Raja Sajen.
Pisang Raja Bulu adalah salah satu pisang favorit. Rasanya enak, lembut, wangi dan tahan lama menjadi beberapa faktor yang membuat pisang ini menjadi pisang pilihan.
Zeze Zahra menanam pisang raja bulu di kebun pisang dan juga di rumah kabin Zeze Zahra. Pisang yang ditanam beberapa waktu yang lalu sudah mulai berbuah dan ada juga yang buahnya sudah mulai kuning matang.
Yuk kita panen, sebelum keduluan oleh codot, hehehe…
Wed, Dec 14, 2022


Orang IT Nyasar Panen Ubi Jalar
Apa jadinya jika ada orang IT yang sehari-hari menangani coding sistem atau konfigurasi server diminta membongkar tanaman ubi jalar? Jawabannya, ya biasa saja. Kan nggak ada bedanya dengan kegiatan sehari-hari, hehehe…








Kebetulan akhir pekan kemarin, anak-anak muda dari PT Excellent Infotama Kreasindo dan PT Aktiva Kreasi Investama mengadakan rapat kerja akhir tahun di rumah kabin Zeze Zahra. Mumpung disana, mereka sekalian lihat cara menanam ubi didalam pot dan melihat panen hasilnya, apakah benar menghasilkan ubi atau tidak.
Metode penanaman ubi didalam pot ini bisa diterapkan di lingkungan mereka di perkotaan yang memiliki keterbatasan lahan, lahannya sudah dibeton atau mungkin ingin menanam ubi di atap atau pekarangan rumah.


Intermittent Fasting : Puasa Daud
Catatan : Sebenarnya saya malu dan sungkan menuliskan hal ini, karena hal seperti ini harusnya cukup untuk personal saja. Biasanya juga saya tulis sungkan tapi akhirnya saya tulis juga, hehehe…
Saya tuliskan disini sebagai catatan perjalanan saja, siapa tahu bisa bermanfaat bagi yang hendak melakukan hal yang sama.
*****
Pekan ini terhitung minggu kedua saya menjalani intermittent fasting. Kalau orang lain intermittent fasting biasanya 8 jam waktu makan dan 16 jam waktu berpuasa, saya mengambil cara yang termudah dan sudah ada contohnya saja, yaitu sehari puasa dan sehari tidak, alias puasa Daud.
Pertimbangan saya berpuasa sederhana saja. Pertama karena berat badan saya kadang berkisar di 80-an kg. Ini sudah melewati batas, karena saya biasanya di 75-an kg. Itupun sudah gempal, harusnya ideal di 70-an kg.
Pertimbangan kedua, karena alasan kesehatan. Kurang gerak, perut gendut, mudah lelah dan kadang terpapar sakit. Sekaligus niatan mengurangi konsumsi makanan yang tidak direkomendasikan, seperti makanan manis, asin, gorengan, es dan lain-lain.

Pertimbangan ketiga adalah supaya saya tidak menjadi budak makanan. Kata “budak” mungkin terdengar kasar. Mungkin bisa juga disebut hamba makanan. Karena dulu semasa kecil kurang makan, alam bawah sadar saya kadang mendorong saya untuk makan sepuas hati, apalagi jika bertemu makanan yang saya sukai.
Saya pernah menulis tentang keharusan kita mengerem segala sesuatu untuk kebaikan kita sendiri. Tulisannya ada disini : https://www.vavai.com/manusia-utama-mengurangi-makan…
Manusia utama itu adalah manusia yang bisa mengendalikan hawa nafsunya, dalam konteks tulisan ini adalah manusia yang bisa mengendalikan tidur, makan dan omongan.
Dulu saya berpikir, wah berat banget ya sehari puasa sehari nggak. Bisa-bisa laper jadinya.
Ternyata ya biasa saja. Kunci utama adalah di niat dan kepercayaan diri. Malu lah kalau sudah dewasa, puasanya kalah oleh makanan dan minuman.
Saya mulai dari Senin pekan lalu. Bangun sekitar jam 3-an, kemudian makan sahur. Setelah itu shalat Shubuh dan beraktivitas sebagaimana biasa. Berbuka puasa setelah maghrib.
Awal-awal saya makan sahur normal dengan nasi dan lauk. Belakangan saya tidak makan nasi, sahur dengan ubi atau pisang rebus. Kadang plus telur rebus, jagung rebus atau ikan atau ayam.
Buka puasa juga saya seperti itu. Tidak makan nasi, saya makan pisang dan ubi sebagai penggantinya. Kebetulan saya senang keduanya jadi bagi saya relatif tidak ada bedanya. Saya sering kok makan pisang rebus dengan ikan atau ayam goreng
Hari biasa saat tidak puasa, saya makan nasi 2x sehari, dengan porsi yang lebih sedikit. Saya juga berusaha tidak minum es, tidak makan fastfood, tidak makan mie, tidak minum minuman manis dan lainnya.
Apa hasilnya? Apakah lapar dan haus? Sejauh ini saya tidak terlalu merasakan lapar dan haus. Mungkin juga karena saya tetap sibuk mengantar Vivian sekolah, bekerja di Excellent dan juga mengerjakan tugas kuliah.
Diawal-awal sampai hampir 2 minggu ini yang utama terasa adalah ngantuk. Mungkin karena asupan gula berkurang drastis (dulu saya biasanya minum teh manis saat sarapan) sehingga tubuh menyeimbangkan diri.
Bisa juga saya ngantuk karena bangun lebih awal. Shubuh saat ini sekitar jam 4 pagi, sehingga makan sahur harus di jam 3 atau maksimal di jam 3.45.
Bagaimana dengan berat badan? Saya check masih up and down. Tapi kisarannya trend penurunan. Awal puasa di 79-an. Seminggu ini mondar-mandiri di 76-78. Tidak apa-apa, gradual. Saya baca di Atomic habits, salah satu tips agar berhasil itu adalah jangan menjadikan hal ini sebagai tujuan, melainkan jadikan sebagai lifestyle. Sebagai gaya hidup dan kebiasaaan.
Saya pernah ngobrol dengan salah satu staff IT perusahaan klien yang berlokasi di kawasan EJIP (East Jakarta Industrial Park). Ia menjalankan puasa Daud sejak lama. Saat saya tanya apakah tidak lapar dan haus, katanya tidak. Saat saya tanya alasan mengapa ia puasa, katanya ia pernah sakit yang hampir fatal dan sakitnya itu yang mendorong ia menjalankan puasa Daud.
Meski berpuasa, saya tetap mengimbanginya dengan olah raga. Minimal dalam bentuk treadmill. Saat hari puasa, saya melakukan treadmill di sore hari sekitar pkl 17. Treadmill saya lakukan sambil nonton Documentaries di Curisoity Stream, NatGeo atau NetFlix.
Saya juga membeli perangkat situp bench, supaya bisa mendorong latihan otot perut agar lebih kuat dan tidak mudah melar, hehehe…
Mau coba puasa Daud juga?
Mon, Dec 12, 2022


openSUSE-ID Meet Up Desember 2022
Halo teman-teman!
Untuk menutup tahun ini openSUSE Indonesia ingin mengadakan meetup terakhir tahun 2022.
Skuy langsung gas join bareng kita
Sat, Dec 10, 2022


ChatGPT dan OpenAI
Sebagai mahasiswa baru dengan pemahaman machine learning terbata-bata, saya benar-benar terkesima dengan kemampuan ChatGPT. Saya bahkan tidak perlu lagi buka Google dan mencari tahu secara manual apa yang ingin saya ketahui.
Saya mencoba beberapa query atau pertanyaan terkait Machine Learning dan mendapat jawaban yang komprehensif. Karena ini sifatnya tutorial dan langkah-langkah, okelah saya anggap CahtGPT pasti bisa jawab. Jadi saya coba search lagi pakai query yang lain.
Saya tanya mengenai konsep FIRE dan juga tentang apa yang sebaiknya disiapkan jika seseorang dalam usia 40 tahunan ingin bisa pensiun dengan baik dan tanpa menyusahkan orang lain.



Kedua pertanyaan itu mendapat jawaban yang komprehensif juga. Dan saya jadi makin tertarik karena saya bisa mendapatkan pengetahuan secara mudah, bahkan mungkin bisa untuk mengerjakan beberapa hal dengan cara yang lebih mudah dan dengan kualitas yang bagus.
Anggaplah saya ingin membuat aliena tertentu mengenai topik penelitian atau ingin membuat tulisan pembuka mengenai kegiatan yang saya lakukan dan nantinya saya publikasikan ke blog.
Kalau belum sempat coba, silakan dicoba, kemudian dapatkan insight dan biarkan pikiran kita mencari tahu apa yang bisa kita lakukan dengan memanfaatkan ChatGPT dari OpenAI tersebut.
Thu, Dec 08, 2022


Anakan Ayam Mutiara
Beberapa waktu yang lalu saya membeli sepasang indukan ayam Mutiara. Harganya cukup mahal, sekitar 750 ribu rupiah untuk sepasang indukan.
Saya juga membeli anakan ayam Mutiara seukuran kepal, usia 1-2 bulan. Harganya sama mahalnya, 75 ribu rupiah per ekor. Harga anakan ini sama dengan harga indukan ayam ayam kampung yang sudah siap produksi.
Meski mahal, saya tetap membelinya karena ini pesanan My Dear Rey. Ayamnya lucu dan unik. Kalau jalan beriringan lebih lucu lagi.
Setelah beberapa bulan dipelihara, indukan ayam Mutiara itu bertelur. Telurnya cukup banyak. Kalau saya baca, sekali bertelur bisa lebih dari 50 butir. Banyak dong, bisa untung nih kalau jual telurnya.







Masalahnya, ayam Mutiara ini hanya bertelur di musim hujan. Kebetulan banget saat saya beli sudah mulai masuk musim penghujan 🤭😁
Telur ayam mutiara tersebut kemudian coba ditetaskan di mesin penetas. Ternyata berhasil. Saat ini baru 2 ekor yang menetas. Saat masih kecil bentuknya masih sama seperti anakan ayam kampung biasa.
Tidak menutup kemungkinan ayam Mutiara ini nantinya diperbanyak di lingkungan Zeze Zahra. Bisa ditempatkan di rumah kabin, toko pertanian maupun kebun anggur.
Ada yang tertarik memelihara ayam Mutiara?
Wed, Dec 07, 2022


Perkembangan Wirausaha Ayam KUB Usia 1 Bulan
Zeze Zahra memelihara ayam KUB di pekarangan toko pertanian Zeze Zahra sebagai simulasi ternak mulai dari awal anakan ayam DOC (Day Old Chicken).
Saat ini anakan ayam sudah berusia 1 bulan lebih. Kalau mengacu pada usia 10 minggu (2.5 bulan), berat ayam kisaran 400 gr sd 1200 gr atau kalau dirata-rata sekitar 800 gram (sumber dari buku mengenai ayam KUB terbitan Penebar Swadaya/Trubus).

Ayam KUB di Zeze Zahra usia sekitar 5 minggu berkisar antara 400-600 gram. Masih masuk kategori diatas.
Bagaimana perkembangan pemeliharaan dan bagaimana kondisi ayam KUB usia 1 bulan di Zeze Zahra?


Bahaya Pinjaman Online Bunga Berbunga
Tiap kali mendengar kejadian mengenai pinjaman online di lingkungan tempat tinggal maupun pertemanan, yang terdengar adalah nestapa. Duka, lara dan bencana.
Kasus pertama adalah di lingkungan tempat tinggal orang tua di Tambun Bekasi. Ada salah satu keluarga yang meminjam uang secara online ke Bank Emok.
Istilah bank emok sendiri berasal dari bahasa Sunda yang artinya ibu-ibu pemberi uang yang duduk bersimpuh dengan kedua kaki dilipat ke belakang. Istilah tersebut populer lantaran sistem transaksi yang dilakukan oleh bank emok dengan duduk secara lesehan di tempat tempat khusus seperti poskamling atau teras rumah warga.
Warga yang meminjam ini biasanya untuk berbagai macam keperluan hidup. Bisa untuk kebutuhan sehari-hari, untuk pendidikan (bayar sekolah anak), untuk modal usaha dan lain-lain. Ada kalanya menggunakan nama seolah-olah koperasi simpan pinjam.
Bagi sebagian warga, cara ini dianggap praktis karena prosesnya cepat dan tidak berbelit. Tidak seperti prosedur formal ke bank atau ke lembaga lain yang butuh prasyarat macam-macam. Masalahnya, pinjaman ini biasanya mengenakan bunga yang sangat tinggi. Mirip dengan pinjaman online berbasis aplikasi.
Banyak warga yang akhirnya terjebak dari hutang yang satu ke hutang yang lain. Tambah lama tambah menggunung. Dalam konteks salah satu keluarga di Tambun, pinjaman yang awalnya hanya 1-2 juta kemudian menggunung hingga mencapai lebih dari 150 juta rupiah.
Hutang sebesar itu membuat masalah buat siapa saja yang terkait. Debt collector datang silih berganti. Caci maki baik lewat lisan langsung maupun lewat telepon sudah tak terhitung jumlahnya. Kadang si peminjam sembunyi, yang jadi sasaran orang tua ataupun kerabatnya.
Rumah sampai terjual. Kebun dan tanah keluarga sampai terjual. Saudara terpaksa meminjam uang ke perusahaan untuk membantu melunasi hutang. Itupun tidak terbayar hingga menimbulkan masalah baru di perusahaan tempat bekerja.
Kisah kedua (yang juga kisah nyata karena saya dengar langsung) menimpa salah satu ibu yang bekerja di sekolah anak saya. Karena tiba-tiba kehilangan kepala keluarga (meninggal), ia harus menanggung beban penghidupan, pendidikan dan kesehatan anak-anaknya. Karena pendapatan yang terbatas, ia tergoda untuk menginstall aplikasi pinjaman online dan meminjam uang melalui aplikasi itu.
Pinjaman itu dianggap sebagai penolong. Hanya bermodalkan KTP dan uang pinjaman cair. Tapi nanti dulu, dibalik yang kelihatan mudah, ada bencana yang sudah menanti.
Pinjaman online itu biasanya ada biaya tersembunyi. Pinjam 1 juta, dapatnya tidak 1 juta. Ada potongan biaya layanan dan biaya lainnya. Kadang potongannya ini cukup besar. Kemudian bunga pinjaman biasanya hitungannya per hari. Dulu bunga pinjaman online kisaran 0.8% per hari. Katanya sekarang jadi 0.4% per hari. Kalau 0.8% per hari, 10 hari saja sudah 8%. 30 hari sudah 24%. Jarak 4 bulan, nilai bunga sudah hampir sama dengan pokok pinjaman.
Si ibu awalnya pinjam online sedikit dengan niat langsung dibayar setelah gajian. Niat tinggal niat, pinjaman kadang sudah lunas ditawari lagi dengan nilai yang lebih besar. Dengan embel-embel bahwa itu sebagai reward karena lunas tepat waktu. Makin lama makin besar hingga akhirnya tidak terbayarkan. Nilai total pinjamannya mencapai 60 juta rupiah dan ia kalut harus bagaimana membayar hutang sebesar itu.
Ia bercerita pada kepala sekolah dan kepala sekolah bercerita pada saya dan saya ikutan ngenes mendengarnya. Kalimat kasar debt collector via telepon, WA maupun datang langsung sudah sedemikian parah. Rekan-rekan kerja di kantor ikut tahu bahkan sampai yang jauh-jauhpun tahu karena deb collector pinjol menelpon list kontak yang ada di HP-nya.
Ia berkali-kali ganti nomor HP dan tambah mumet karena tidak punya solusi untuk melunasi hutang.
Banyak dari kita yang cenderung resisten pada jargon-jargon agama. Kalau dibilang soal bahayanya riba, jawabannya kadang, “Emangnya bisa apa minjem tanpa riba… Kalau gitu saya minjem 500 juta saya balikin 500 juta”.
Okelah saya tidak bahas sisi agama. Yang jelas, model pinjaman bunga berbunga (bunga majemuk) seperti pinjol ini jelas berbahaya. Lebih berbahaya lagi menyasar pada orang-orang kampung yang secara literasi finansial rata-rata rendah. Bahkan tidak hanya orang kampung kok. Banyak juga orang yang bekerja kantoran yang terlilit hutang dari model pinjaman bunga berbunga ini.
Kesulitan bagi kita-termasuk bagi saya-adalah kita tidak memiliki solusi permanen untuk hal itu. Karena kita juga keterbatasan. Kalau ada teman atau tetangga atau saudara yang mengalami masalah hutang pinjaman online, kita hanya bisa sekedar bersimpati dan menyesalinya. Kalaupun membantu, sebisanya kita membantu.
Kalau soal nasihat, kadang pelaku maupun korban pinjaman online ini punya berbagai macam jawaban untuk nasihat.
“Kamu sebaiknya menghindari pinjaman online, karena itu berbahaya dan bisa jadi masalah…”, misalnya dikasih saran seperti itu, nanti dijawab,
“Terus, kamu mau minjemin saya? Terus kalau saya nggak punya uang buat makan, kamu bisa bantu? Terus kalau saya nggak kerja dan nggak punya uang, kamu bisa bantu salurkan saya bekerja?”
Susah kan. Jadi saya menuliskan disini juga belum ada solusi. Tapi bahaya pinjaman online ini nyata. Sudah banyak contoh kejadiannya. Kalau tidak diatasi secara sistematis, bisa-bisa meledak jadi masalah sosial masyarakat yang lebih luas.
Saya pribadi baru bisa melakukan apa yang saya bisa di lingkup terbatas saya. Di lingkungan Excellent, Aktiva dan Zeze Zahra misalnya, saya mendorong pembentukan koperasi sekaligus membantu modal dasar koperasi, agar karyawan dan staff bisa meminjam ke koperasi jika membutuhkan biaya dadakan. Pinjaman itu tanpa bunga sama sekali dan tanpa biaya administrasi.
Dalam hal kecil, tiap kali ada pekerjaan di Zeze Zahra, saya berusaha melibatkan warga sekitar semaksimal mungkin, supaya ada pendapatan yang masuk dari pekerjaan tersebut. Kalau ada pendapatan, minimal bisa mengurangi kemungkinan niatan meminjam online.
Meski demikian, kunci utama tetap disisi personal masing-masing. Pahami bahayanya pinjaman online, berusaha agar bisa mendapatkan uang dengan cara yang berkah dan lebih memilih pilihan lain yang relatif tidak berbahaya.
Ada satu solusi lagi sebenarnya, yaitu mendorong pemerintah untuk lebih serius mengatasi dampak pinjaman online bunga berbunga, namun saya termasuk yang skeptis apakah hal ini bisa atau tidak. Kalaupun bisa, mungkin akan butuh waktu dan pressure dari banyak pihak. Sementara menunggu itu, lebih baik kita mengamankan diri kita, keluarga kita dan lingkungan sekitar kita.
Note : Image by Rilson S. Avelar from Pixabay
Tue, Dec 06, 2022


Melawan Rasa Takut, Menyiasati Kekhawatiran
Saat mula pertama full wirausaha, saya sempat dihinggapi rasa takut dan khawatir. Takut jika keputusan wirausaha merupakan keputusan yang salah, khawatir jika gara-gara keputusan ini penghidupan dan pendapatan keluarga jadi terganggu. Saat memutuskan untuk full berwirausaha, saya sudah berkeluarga dengan 1 isteri dan 2 anak. Jika rencana saya gagal, bukan hanya saya yang tidak bisa makan, melainkan juga isteri dan anak, kira-kira begitu konsekuensinya.
Saat pertama kali ke luar negeri, saya takut nanti kebingungan saat di bandara tujuan. Takut nggak mengerti bahasanya, tulisannya, komunikasinya. Padahal pertama kali keluar hanya ke Thailand, namun tetap ada perasaan khawatir jika saya malah nyasar atau kebingungan di tujuan.
Bertahun-tahun saya tidak berani menyetir mobil, takut jika nubruk tembok, menyerempet kendaraan lain, terjebak macet di rel kereta dan lain-lain. Tiap kali mendengar berita soal mobil yang terbang menjebol tembok parkir atap gedung, saya membenar-benarkan alasan saya untuk tidak nyetir. “Tuh, bahaya kan kalau nggak ngerti, nginjek rem malah nginjek gas, mobil jadi terbang dan celaka….”
Ada banyak hal yang membuat saya takut, sejak saya kecil hingga dewasa. Bentuknya juga bermacam-macam. Karena rasa takut itu, saya cenderung untuk tidak mau menonjol, tidak mau ikut kegiatan, tidak mau melakukan hal-hal yang saya anggap akan membuat saya tambah takut.
Saya tidak mau aktif, karena khawatir ditunjuk jadi ketua kelas atau ketua kelompok atau ketua kegiatan. Nanti jadi banyak beban. Saya lebih baik jadi anak buah saja, tidak usah memikirkan tanggung jawab, tidak perlu dimarahi, tinggal ikut apa perintah ketua.
Padahal, rasa takut dan khawatir itu bukan sesuatu yang salah. Itu adalah perlindungan natural kita untuk mencegah hal-hal yang buruk. Yang menjadi masalah adalah jika kita malah tersandera oleh rasa takut dan khawatir sehingga malah berhenti beraktivitas atau tidak mau mengambil resiko, tanggung jawab dan petualangan baru.
Rasa takut dan khawatir itu wajar. Untuk menyiasatinya, kita bisa berusaha belajar untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
Saat saya mulai wirausaha, itu tidak serta merta saya hari ini wirausaha dan besoknya berhenti dari pekerjaan. Saya sempat menjalaninya beberapa lama, lebih dari satu tahun. Saya sudah membuat kalkulasi kebutuhan rumah tangga, prediksi pendapatan, analisa resiko dan lain-lain. Hasilnya adalah cukup menjanjikan, kecuali ada hal tertentu yang sifatnya force majeure dan membuat perkiraan saya kacau.
Dari persiapan itu, saya tinggal memutuskan, apakah saya akan tetap menahan diri untuk wirausaha dengan resiko penyesalan di masa tua karena saya tidak mencoba hal tersebut ataukah saya memilih untuk mencoba menjalankannya, dengan meminimalisir resiko yang ada. Akhirnya saya memutuskan untuk menjalankan rencana saya berwirausaha dan saya tidak menyesali perjalanan maupun hasil wirausaha tersebut.
Sebelum saya memutuskan keluar negeri pertama kali, saya membuat rencana negara yang saya kunjungi. Saya baca tulisan motivasi dari pak Rhenald Kasali yang mewajibkan mahasiswanya untuk keluar negeri demi memperluas wawasan. Saya cari tahu seluk beluk negara tujuan. Tips kesana, apa saja yang perlu dibawa, apa saja yang perlu disiapkan, makanan apa yang cocok hingga tempat-tempat menarik untuk dikunjungi. Gimana kalau nyasar? Nyasar itu bagian dari petualangan dan itu bisa menjadi tambahan cerita menarik dari perjalanan kita.
Untuk menyiasati rasa takut saat pertama kali mencoba nyetir, saya ambil kursus. Saya berusaha dapatkan ilmu dan teorinya. Setelah itu saya coba praktek. Saya mencoba tiap hari pulang pergi nyetir ke kantor. Pertama nyetir kecepatannya rendah sekali, mungkin bisa dibalap sepeda. Mungkin ada yang sebel karena saya nyetir terlalu lambat atau belok terlalu pelan atau lupa nyalakan lampu. Saat pertama nyetir saya lupa cara buka jendela, kwkwkw… Setelah nyetir hampir satu bulan saya masih belum tahu cara menyalakan wiper belakang. Toh saya bisa tetap nyetir karena pas kebetulan musim kemarau dan tidak hujan.
Kalau tanya ke orang, gimana bisa nyetir hingga terbiasa, jawabnya adalah dapatkan feeling. Gimana dapat feeling, ya sering nyetir. Apakah tidak takut saat parkir ke atas gedung? Tidak, kan sama saja hanya itu muter-muter. Kan kita juga bisa ukur seberapa banyak gas perlu kita injak.
Apa tidak takut saat terjebak macet di rel kereta? Ya takut lah. Tapi kan kita bisa antisipasi. Kalau memang sudah ning nong ning nong, jangan paksa menerobos seperti kita sedang bawa sepeda motor. Sudah berhenti saja, tunggu sampai aman. Bagaimana kalau pas palang dibuka, motor langsung tumplek didepan mobil? Ya jalankan pelan-pelan, kan semua orang nggak ada yang mau ditubruk juga kok.
Jadi jangan karena rasa takut lantas kita diam tidak mau melakukan apapun. Jangan karena khawatir kita lantas serba cari aman. Perahu kan nggak jalan kalau dia ada di dermaga terus. Dia jalan kalau dibawa ke laut, diterpa angin dan ombak. Sepanjang kita siapkan sebaik-baiknya, kita harusnya bisa menyiasati rasa takut dan khawatir itu karena kalaupun hasilnya tidak sesuai harapan, kita bisa mendapat pembelajaran dari hal itu.
Kalau kita sudah mencoba yang terbaik, soal hasil kan tinggal mengikuti jalan takdir kita.